ASSALAMU'ALAIKUM WR. SELAMAT DATANG DI BLOG WINNER1COMMUNITY

Jumat, 01 Februari 2013

Seperti Berlayar di Lautan

Ada suatu cerita tentang seorang nenek tua.  Dia punya anak banyak, hampir semuanya menjadi orang besar.  Dan sebagai balas budi kepada orang tuanya, mereka sepakat memberikan kemewahan bagi ibunya.  Dibuatkan sebuah gedung besar, diisi perabotan lengkap, disediakan mobil mewah beserta sopirnya.  Uang, belanja setiap bulan tidak kekurangan, bahkan berlebihan.

Tetapi nenek itu makin lama semakin kurus, sakit-sakitan.  Dia sendirian, menyepi dengan seekor kucing peliharaannya.  Pada suatu hari, nenek tua itu minta kepada sopirnya untuk diantarkan ke villa yang diberikan anaknya di Puncak.  Sopir heran karena waktu itu hari sudah jauh malam.  Namun, terlaksana juga perjalanan itu dengan selamat.

Sampai di Puncak si sopir disuruhnya pulang.  Dan ketika mobil itu sudah jauh menghilang, nenek kaya itu menggendong kucingnya, menuju ke pinggir jurang dengan langkah sempoyongan.  Di sana ia menerjunkan diri ke bawah, setelah memejamkan mata dan menangis dalam cucuran air matanya yang deras.  Nenek itu mati bersama kucingnya yang setia.

Kita tidak perduli apakah cerita ini benar-benar terjadi ataukah sekedar khayalan seorang pengarang.  Cuma yang jelas, di antara kepinngan-kepingan tubuhnya ditemukan sepucuk surat yang ditujukan kepada anak-anaknya.  Surat itu berbunyi :

”Jangan kalian salahkan siapa-siapa kalau aku berbuat nekat seperti ini.  Sebagai anak, kalian sudah cukup berbakti kepada Ibu.  Tetapi kalian lupa bahwa kebahagiaan seorang janda tua adalah hidup bersama anak-anaknya, mencium pipi cucu-cucunya, dan tertawa memandangi langkah cucu-cucu yang lucu dan sehat-sehat itu.  Agaknya kalian sengaja memisahkan akau agar tidak mengganggu kesenanganmu.  Aku harus menunggu lama sebelum kadang-kadang dua bulan sekali kalian mengunjungiku.”

Memang sering kita lupa bahwa kebahagiaan itu tidak cukup hanya dengan benda-benda mati.  Manusia hidup tidak hanya dengan nafas dan jantung yang berdegup, tetapi juga dengan perasaan dan kehormatan.
Kita kadang-kadang salah tafsir terhadap hidup.  Ucapan terima kasih ditafsirkan dengan uang.  Anak menangis supaya diam diberi uang.  Utang budi dibalas dengan uang.  Orang yang saling membenci agar berbaikan kembali diberi uang.  Kalau masih juga belum enak hati, jumlah uang itu diperbesar lagi.  Terhadap pelanggaran lalu lintas, biar perkaranya tidak berlarut-larut, dipakai uang.

Banyak pengalaman yang telah kita lalui memberi pelajaran kepada kita bahwa tidak semuanya bisa dibeli dengan uang.  Bahwa tidak semua kesenangan jasmani menjamin ketentraman rohani.  Malah sering kesenangan lahiriah itu menyeret kita kepada penyelesalan dan penderitaan batin yang akibatnya sangat fatal jika kita tidak berhati-hati. 

Kumpulan kisah teladan-KH. Abdurrahman Arroisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar