Tetapi nenek itu makin lama semakin kurus,
sakit-sakitan. Dia sendirian, menyepi
dengan seekor kucing peliharaannya. Pada
suatu hari, nenek tua itu minta kepada sopirnya untuk diantarkan ke villa yang
diberikan anaknya di Puncak. Sopir heran
karena waktu itu hari sudah jauh malam.
Namun, terlaksana juga perjalanan itu dengan selamat.
Sampai di Puncak si sopir disuruhnya pulang. Dan ketika mobil itu sudah jauh menghilang,
nenek kaya itu menggendong kucingnya, menuju ke pinggir jurang dengan langkah
sempoyongan. Di sana ia menerjunkan diri
ke bawah, setelah memejamkan mata dan menangis dalam cucuran air matanya yang
deras. Nenek itu mati bersama kucingnya
yang setia.
Kita tidak perduli apakah cerita ini benar-benar terjadi
ataukah sekedar khayalan seorang pengarang.
Cuma yang jelas, di antara kepinngan-kepingan tubuhnya ditemukan sepucuk
surat yang ditujukan kepada anak-anaknya.
Surat itu berbunyi :
”Jangan kalian salahkan siapa-siapa kalau aku berbuat nekat seperti ini. Sebagai anak, kalian sudah cukup berbakti kepada Ibu. Tetapi kalian lupa bahwa kebahagiaan seorang janda tua adalah hidup bersama anak-anaknya, mencium pipi cucu-cucunya, dan tertawa memandangi langkah cucu-cucu yang lucu dan sehat-sehat itu. Agaknya kalian sengaja memisahkan akau agar tidak mengganggu kesenanganmu. Aku harus menunggu lama sebelum kadang-kadang dua bulan sekali kalian mengunjungiku.”
Memang sering kita lupa bahwa kebahagiaan itu tidak cukup hanya
dengan benda-benda mati. Manusia hidup
tidak hanya dengan nafas dan jantung yang berdegup, tetapi juga dengan perasaan
dan kehormatan.
Kita kadang-kadang salah tafsir terhadap hidup. Ucapan terima kasih ditafsirkan dengan
uang. Anak menangis supaya diam diberi
uang. Utang budi dibalas dengan
uang. Orang yang saling membenci agar
berbaikan kembali diberi uang. Kalau
masih juga belum enak hati, jumlah uang itu diperbesar lagi. Terhadap pelanggaran lalu lintas, biar
perkaranya tidak berlarut-larut, dipakai uang.
Banyak pengalaman yang telah kita lalui memberi pelajaran
kepada kita bahwa tidak semuanya bisa dibeli dengan uang. Bahwa tidak semua kesenangan jasmani menjamin
ketentraman rohani. Malah sering
kesenangan lahiriah itu menyeret kita kepada penyelesalan dan penderitaan batin
yang akibatnya sangat fatal jika kita tidak berhati-hati.
Kumpulan kisah teladan-KH. Abdurrahman Arroisi
Kumpulan kisah teladan-KH. Abdurrahman Arroisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar