ASSALAMU'ALAIKUM WR. SELAMAT DATANG DI BLOG WINNER1COMMUNITY

Sabtu, 01 Maret 2014

Borobudur, Candi Nabi Sulaiman

Kesempatan jalan-jalan bersama Cak Ali (kiri) di Candi Borobudur
Pernah ke Borobudur? Itu candi Budha atau peninggalan Nabi Sulaiman? Penelitian selama 33 tahun yang dilakukan oleh KH. Fahmi Basya menemukan bukti-bukti menarik. Kajiannya yang interdisiplin itu (ayat al-Qur’an, matematika, bahasa, sejarah), pada akhirnya membuat kesimpulan bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman. Bagaimana ceritanya?

Pada 1817, Van Erp mengatakan bahwa Borobudur adalah Candi Budha. Sampai sekarang, penyataan itu dianggap sebagai kebenaran. Padahal, menurut KH. Fahmi Basya, tentu saja ucapan itu terbiarkan berlama-lama tanpa ada yang mengoreksinya. Sekarang sudah waktunya untuk dipertanyakan. “Jika pernyataan Van Erp itu salah, umat manusia seluruhnya pasti dirugikan. Terutama yang dirugikan adalah Indonesia.”

Negeri Saba
Negeri Saba adalah negerinya Ratu Saba. Dalam al-Qur’an dijelaskan sebagai berikut: “Berjalanlah padanya beberapa malam dan siang dengan aman.” (QS. 34: 18). Baladil Amin (negeri yang aman) tidak mudah dilekatkan al-Qur’an, selain di Mekkah. Ciri negeri Saba yaitu:
Satu. Setiap tahun disinari oleh matahari karena tumbuhan yang thoyyib (baik) yang berasal dari hutan yang setiap tahun disinari matahari.
Allah swt. berfirman: “dan negeri yang baik, keluar tumbuh-tumbuhannya dengan izin Pemeliharanya, dan yang tidak baik, tidak keluar melainkan dengan susah.” (QS. 7: 58)

Dua. Negerinya pernah hancur karena banjir besar. Awalnya tanah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa adalah satu daratan kemudian karena banjir besar, terpisah-pisah menjadi 17 ribu pulau di Indonesia saat ini.

Allah swt, berfirman: “maka kami kirim atas mereka banjir semesta.” (QS. 34: 16).
Tidak hanya dikatakan banjir, tapi juga dikatakan “dibataskan perjalanan darat mereka.” Berarti, perjalanan daratnya agak terbatas, dan juga menggunakan jalur laut.“Dan kami bataskan padanya perjalanan (darat).” (QS. 14: 18)

Setelah banjir semesta itu, tanah yang merupakan pertemuan bangsa-bangsa yang biasa disebut Saba itu terpecah.
“Dan kami hancurkan mereka tiap hancuran, sesungguhnya di dalam itu ada ayat-ayat untuk tiap orang yang sabar berterima kasih.” (QS. 34: 19)

Daratan yang awalnya bersatu itu kira-kira dapat diibaratkan dengan tulang-tulang manusia yang berserakan; kepalanya di Kalimantan, tulang kaki di Sumatera, tulang tangan di pulau Jawa dan tulang lainnya di pulau-pulau lain dan telunjuk kanan di pulau Papua. Saat ini, tidak ada negeri yang terdiri dari pulau-pulau yang berserakan sebanyak 17.000 (9.000 pulau belum diberi nama) kecuali di Indonesia. Juga, saat ini Indonesia dialiri air laut yang datang dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia, karena Lautan Pasifik lebih tinggi satu kaki dari Lautan Hindia. Lautan Indonesia juga menjadi lautan terindah dan digemari oleh hewan-hewan laut. Maraknya wisata bawah laut yang beberapa tahun terakhir diangkat sebagai salah satu objek wisata, merupakan tanda bahwa lautan Indonesia sangat indah dengan berbagai spesiesnya. (catatan: tidak semua negeri memiliki banyak ikan yang berlimpah. Fenomena ini dituangkan oleh para seniman bangsa jin dari tentara Nabi Sulaiman di Borobudur).

Di negeri Saba juga, seperti dalam laporan burung Hudhud, saat itu orang ramai sedang berkumpul dalam upacara bersujud kepada matahari yang dipimpin oleh seorang perempuan yang memiliki arsy yang azhiim (arsy yang besar). Laporan Hudhud itu diabadikan dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya aku dapati seorang perempuan menguasai mereka dan ia diberi tiap sesuatu dan baginya arsy yang azhiim.” (QS. 27: 23)

Tempat berkumpulnya orang itu saat ini dikenal dengan nama Istana Ratu Boko, sekira 36 km dari Borobudur. Di sana ada sebuah tempat yang terbuat dari batu menghadap matahari. “Tempat ini bukan tempat latihan karate,” tulis Fahmi Basya, “tetapi tempat ibadat.” Di situ ada tempat khusus bersujud untuk wanita, juga untuk kalangan jin. Masih di lokasi itu juga, ditemukan beberapa batu balok yang tertancap ke tanah dengan posisi tidak teratur karena dibanting dengan keras oleh suatu kekuatan yang kuat. Basya menyebutnya “Batu Penggertakan.” Waktu Ratu Saba sudah menyerah kepada Nabi Sulaiman, masih ada para kopral dari tentaranya yang enggan menyerah dan masih mempertahankan tempat bersujud mereka itu. Kemudian waktu tentara Sulaiman datang dengan membanting batu itu di sana sebagai gertakan. Tentaranya Saba juga orang-orang kuat, mereka tidak mudah dikalahkan, dan dikenal sebagai tukang siksa yang sangat dahsyat. Bisa kita bayangkan; ini pertemuan antara tentara kuat-kuat fisiknya.
Dalam al-Qur’an surat 34 ayat 15, terdapat kata Saba sebagai berikut:
“Dan sungguh adalah untuk Saba pada tempat mereka ada ayat, dua hutan sebelah kanan dan kiri.”
Hutan Saba disebut sebagai ayat, berarti saat ini hutan tersebut masih ada di bumi. Contoh lainnya adalah pada ayat tentang kapal Nabi Nuh yang dikatakan sebagai ayat. Kapal itu sekarang masih ada di bumi. Sama dengan mayat Fir’aun dalam al-Qur’an surat 10 ayat 92, dan dua sandal Nabi Musa yang ditemukan di Utah.
Lantas hutan itu dimana lokasinya?
Dalam Kamus Jawa Kawi, kata hutan bahasa Jawa-nya wana. Jadi, hutan saba adalah wana saba. Saat ini kita kenal dengan nama daerah wonosobo di Jawa Tengah. Maka, tak heran jika dekat Wonosobo ada daerah yang bernama Sleman. Jarak Wonosobo-Sleman tidak seberapa jauh. Sleman diambil dari nama Nabi Sulaiman (Nabi yang namanya diawali dengan Su hanya Nabi Sulaiman, seperti layaknya orang Jawa). Jika dibandingkan dengan informasi bahwa Nabi Sulaiman dulunya berada di Yaman, ternyata di Yaman itu tidak ada tempat yang bernama Saba, tidak ada tempat bersujud menghadap ke matahari, dan tidak ada hutan Saba.

Kenapa nama Saba sampai sekarang masih ada? Itu karena dari kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba, Allah hendak menjadikan itu sebagai “buah mulut”, “buah bibir”, atau “cerita rakyat” yang diwariskan turun temurun (dalam al-Qur’an disebut dengan kata “ahaadiitsa”), seperti yang dapat kita baca pada ayat:
“Maka kami menjadikan mereka buah mulut.” (QS. 34: 19)

Wonosobo sebagai negeri yang diberkahi dapat dilihat dari airnya yang berlimpah, oksigennya yang tidak terbatas, dan alamnya senantiasa diremajakan kembali oleh proses-proses organis. Dalam al-Qur’an, negeri ini (negeri Saba/Wonosobo) dikatakan sebagai negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Allah swt berfirman: “Negeri yang baik dan rabbun ghafur.” (QS. 34: 15)

Fahmi Basya menulis:
“Negeri yang baik itu, airnya berlimpahan, oksigennya tidak terbatas. Alamnya senantiasa dikembalikan oleh proses-proses organis. Pengembalian dengan proses-proses organis ini yang dimaksud dengan ghafur yang maknanya Yang Mengembalikan. Terpeliharanya hutan sepanjang zaman karena ekosistem yang stabil dan berlanjut merupakan penjagaan dari Tuhan yang disebutRabb yang maknanya Pemelihara.” (Catatan: Rabbil Alamin maknanya: pemelihara alam semesta. Olehnya itu ada larangan dari pemelihara alam semesta supaya alam semesta tidak rusak).

Dalam bukunya Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman, KH. Fahmi Basya juga mengungkap beberapa kaitan antara relief yang ada di Borobudur dengan ayat al-Qur’an. Misalnya relief waktu Ratu Saba mengangkat kainnya karena takut basah, Hudhud, relief Nabi Daud dan Nabi Sulaiman dengan tongkat kayu, dan beberapa lainnya seperti sebuah mesin besar yang lebarnya 13 km (bayangkan, besar sekali kan?) Mesin ini ada reliefnya dan bekas-bekasnya dapat ditemukan di dasar laut.
Boleh dikata, dari beberapa bukti yang dipaparkan memang masuk akal, dan relevan dengan ayat al-Qur’an. Namun, tentu saja akan lebih baik jika relief-relief lainnya yang ada di Borobudur itu juga dikaji apa relevansinya dengan pernyataan bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman. Yang menarik dari kajian KH. Fahmi Basya adalah, beliau banyak mengkaji fenomena alam dengan pendekatan matematis dan amat jarang menampilkan sumber/rujukan sebagaimana yang lazimnya berlaku di kalangan peneliti. Tampaknya, kajian beliau boleh dikata lebih “alamiah”, mengandung penemuan-penemuan baru yang belum sempat dikaji oleh peneliti yang sama.
Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan DISINGKAPKANNYA kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam".(QS 27 : 44) 
(bagian kaki : seolah-olah seperti kolam dengan ilustrasi relief ikan, bagian tangan kiri : menarik kain agar tidak basah, karena menyangka yang dilewatinya adalah kolam air)
Lantas, apakah benar Borobudur itu peninggalan Nabi Sulaiman? Tentu saja ini menjadi penemuan menarik untuk dikaji, dan didiskusikan kembali. Jika benar, maka klaim bahwa itu candi Budha terbantahkan, dan kita mendapatkan fakta baru terkait relevansi ayat-ayat al-Qur’an bagi kehidupan kita. Ini pada dasarnya semakin menguatkan bahwa tidak ada keraguan dalam al-Qur’an. Namun jika penelitian Fahmi Basya ini ternyata tidak benar, maka tentu saja ini tetap menjadi kajian yang menarik, dan perlu ada penjelasan antitesis terhadap beberapa hasil penelitian—termasuk relief bernuansa kenabian—yang terpahat di situ.
http://ksatriapena.wordpress.com/2012/10/02/apa-benar-borobudur-peninggalan-nabi-sulaiman/

2 komentar:

  1. Pret................artikel pembodohan!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus