Kesempatan jalan-jalan bersama Cak Ali (kiri) di Candi Borobudur |
Pernah ke Borobudur? Itu candi Budha atau peninggalan Nabi
Sulaiman? Penelitian selama 33 tahun yang dilakukan oleh KH. Fahmi Basya
menemukan bukti-bukti menarik. Kajiannya yang interdisiplin itu (ayat
al-Qur’an, matematika, bahasa, sejarah), pada akhirnya membuat kesimpulan bahwa
Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman. Bagaimana ceritanya?
Pada 1817, Van Erp mengatakan
bahwa Borobudur adalah Candi Budha. Sampai sekarang, penyataan itu dianggap
sebagai kebenaran. Padahal, menurut KH. Fahmi Basya, tentu saja ucapan itu
terbiarkan berlama-lama tanpa ada yang mengoreksinya. Sekarang sudah waktunya
untuk dipertanyakan. “Jika
pernyataan Van Erp itu salah, umat manusia seluruhnya pasti dirugikan. Terutama
yang dirugikan adalah Indonesia.”
Negeri Saba
Negeri Saba adalah negerinya Ratu Saba. Dalam al-Qur’an dijelaskan
sebagai berikut: “Berjalanlah padanya beberapa malam dan siang dengan aman.”
(QS. 34: 18). Baladil Amin (negeri yang aman) tidak mudah dilekatkan al-Qur’an,
selain di Mekkah. Ciri negeri Saba yaitu:
Satu. Setiap tahun disinari oleh matahari
karena tumbuhan yang thoyyib (baik) yang berasal dari hutan yang
setiap tahun disinari matahari.
Allah swt. berfirman: “dan negeri yang baik, keluar tumbuh-tumbuhannya dengan izin
Pemeliharanya, dan yang tidak baik, tidak keluar melainkan dengan susah.” (QS. 7: 58)
Dua. Negerinya pernah hancur karena banjir
besar. Awalnya tanah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa adalah satu daratan
kemudian karena banjir besar, terpisah-pisah menjadi 17 ribu pulau di Indonesia
saat ini.
Allah swt, berfirman: “maka
kami kirim atas mereka banjir
semesta.” (QS. 34: 16).
Tidak hanya dikatakan banjir,
tapi juga dikatakan “dibataskan perjalanan darat mereka.” Berarti, perjalanan
daratnya agak terbatas, dan juga menggunakan jalur laut.“Dan
kami bataskan padanya perjalanan (darat).” (QS. 14: 18)
Setelah banjir semesta itu, tanah yang merupakan pertemuan
bangsa-bangsa yang biasa disebut Saba itu terpecah.
“Dan kami hancurkan mereka tiap
hancuran, sesungguhnya di dalam itu ada ayat-ayat untuk tiap orang yang sabar
berterima kasih.” (QS.
34: 19)
Daratan yang awalnya bersatu
itu kira-kira dapat diibaratkan dengan tulang-tulang manusia yang berserakan;
kepalanya di Kalimantan, tulang kaki di Sumatera, tulang tangan di pulau Jawa
dan tulang lainnya di pulau-pulau lain dan telunjuk kanan di pulau Papua. Saat
ini, tidak ada negeri yang terdiri dari pulau-pulau yang berserakan sebanyak
17.000 (9.000 pulau belum diberi nama) kecuali di Indonesia. Juga, saat ini
Indonesia dialiri air laut yang datang dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia,
karena Lautan Pasifik lebih tinggi satu kaki dari Lautan Hindia. Lautan
Indonesia juga menjadi lautan terindah dan digemari oleh hewan-hewan laut.
Maraknya wisata bawah laut yang beberapa tahun terakhir diangkat sebagai salah
satu objek wisata, merupakan tanda bahwa lautan Indonesia sangat indah dengan
berbagai spesiesnya. (catatan:
tidak semua negeri memiliki banyak ikan yang berlimpah. Fenomena ini dituangkan
oleh para seniman bangsa jin dari tentara Nabi Sulaiman di Borobudur).
Di negeri Saba juga, seperti dalam laporan burung Hudhud, saat itu
orang ramai sedang berkumpul dalam upacara bersujud kepada matahari yang
dipimpin oleh seorang perempuan yang memiliki arsy yang azhiim (arsy yang
besar). Laporan Hudhud itu diabadikan dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya aku dapati
seorang perempuan menguasai mereka dan ia diberi tiap sesuatu dan baginya arsy
yang azhiim.” (QS.
27: 23)
Tempat berkumpulnya orang itu saat ini dikenal dengan nama Istana
Ratu Boko, sekira 36 km dari Borobudur. Di sana ada sebuah tempat yang terbuat
dari batu menghadap matahari. “Tempat ini bukan tempat latihan karate,” tulis
Fahmi Basya, “tetapi tempat ibadat.” Di situ ada tempat khusus bersujud untuk
wanita, juga untuk kalangan jin. Masih di lokasi itu juga, ditemukan beberapa
batu balok yang tertancap ke tanah dengan posisi tidak teratur karena dibanting
dengan keras oleh suatu kekuatan yang kuat. Basya menyebutnya “Batu
Penggertakan.” Waktu Ratu Saba sudah menyerah kepada Nabi Sulaiman, masih ada
para kopral dari tentaranya yang enggan menyerah dan masih mempertahankan
tempat bersujud mereka itu. Kemudian waktu tentara Sulaiman datang dengan
membanting batu itu di sana sebagai gertakan. Tentaranya Saba juga orang-orang
kuat, mereka tidak mudah dikalahkan, dan dikenal sebagai tukang siksa yang
sangat dahsyat. Bisa kita bayangkan; ini pertemuan antara tentara kuat-kuat
fisiknya.
Dalam al-Qur’an surat 34 ayat 15, terdapat kata Saba sebagai
berikut:
“Dan sungguh adalah untuk Saba
pada tempat mereka ada ayat, dua hutan sebelah kanan dan kiri.”
Hutan Saba disebut sebagai ayat, berarti saat ini hutan tersebut
masih ada di bumi. Contoh lainnya adalah pada ayat tentang kapal Nabi Nuh yang
dikatakan sebagai ayat. Kapal itu sekarang masih ada di bumi. Sama dengan
mayat Fir’aun dalam al-Qur’an surat 10 ayat 92, dan dua sandal Nabi Musa yang
ditemukan di Utah.
Lantas hutan itu dimana lokasinya?
Dalam Kamus Jawa Kawi,
kata hutan bahasa Jawa-nya wana.
Jadi, hutan saba adalah wana
saba. Saat ini kita kenal dengan nama daerah wonosobo di
Jawa Tengah. Maka, tak heran jika dekat Wonosobo ada daerah yang bernama Sleman.
Jarak Wonosobo-Sleman tidak seberapa jauh. Sleman diambil dari nama Nabi
Sulaiman (Nabi yang namanya diawali dengan Su hanya Nabi Sulaiman, seperti layaknya
orang Jawa). Jika dibandingkan dengan informasi bahwa Nabi Sulaiman dulunya
berada di Yaman, ternyata di Yaman itu tidak ada tempat yang bernama Saba,
tidak ada tempat bersujud menghadap ke matahari, dan tidak ada hutan Saba.
Kenapa
nama Saba sampai sekarang masih ada? Itu karena dari kisah Nabi Sulaiman dan
Ratu Saba, Allah hendak menjadikan itu sebagai “buah mulut”, “buah bibir”, atau
“cerita rakyat” yang diwariskan turun temurun (dalam al-Qur’an disebut dengan
kata “ahaadiitsa”), seperti yang dapat kita baca pada ayat:
“Maka kami menjadikan mereka
buah mulut.” (QS. 34: 19)
Wonosobo sebagai negeri yang
diberkahi dapat dilihat dari airnya yang berlimpah, oksigennya yang tidak
terbatas, dan alamnya senantiasa diremajakan kembali oleh proses-proses
organis. Dalam al-Qur’an, negeri ini (negeri Saba/Wonosobo) dikatakan sebagai
negeri yang baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
Allah swt berfirman: “Negeri yang baik dan rabbun ghafur.” (QS. 34: 15)
Fahmi Basya menulis:
“Negeri yang baik itu, airnya
berlimpahan, oksigennya tidak terbatas. Alamnya senantiasa dikembalikan oleh
proses-proses organis. Pengembalian dengan proses-proses organis ini yang
dimaksud dengan ghafur yang maknanya Yang Mengembalikan.
Terpeliharanya hutan sepanjang zaman karena ekosistem yang stabil dan berlanjut
merupakan penjagaan dari Tuhan yang disebutRabb yang maknanya Pemelihara.” (Catatan: Rabbil Alamin maknanya: pemelihara alam semesta.
Olehnya itu ada larangan dari pemelihara alam semesta supaya alam semesta tidak
rusak).
Dalam bukunya Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman, KH. Fahmi
Basya juga mengungkap beberapa kaitan antara relief yang ada di Borobudur
dengan ayat al-Qur’an. Misalnya relief waktu Ratu Saba mengangkat kainnya
karena takut basah, Hudhud, relief Nabi Daud dan Nabi Sulaiman dengan tongkat
kayu, dan beberapa lainnya seperti sebuah mesin besar yang lebarnya 13 km
(bayangkan, besar sekali kan?) Mesin ini ada reliefnya dan bekas-bekasnya dapat
ditemukan di dasar laut.
Boleh dikata, dari beberapa bukti yang dipaparkan memang masuk
akal, dan relevan dengan ayat al-Qur’an. Namun, tentu saja akan lebih baik jika
relief-relief lainnya yang ada di Borobudur itu juga dikaji apa relevansinya
dengan pernyataan bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman. Yang
menarik dari kajian KH. Fahmi Basya adalah, beliau banyak mengkaji fenomena
alam dengan pendekatan matematis dan amat jarang menampilkan sumber/rujukan
sebagaimana yang lazimnya berlaku di kalangan peneliti. Tampaknya, kajian
beliau boleh dikata lebih “alamiah”, mengandung penemuan-penemuan baru yang
belum sempat dikaji oleh peneliti yang sama.
Lantas, apakah benar Borobudur itu peninggalan Nabi Sulaiman?
Tentu saja ini menjadi penemuan menarik untuk dikaji, dan didiskusikan kembali.
Jika benar, maka klaim bahwa itu candi Budha terbantahkan, dan kita mendapatkan
fakta baru terkait relevansi ayat-ayat al-Qur’an bagi kehidupan kita. Ini pada
dasarnya semakin menguatkan bahwa tidak ada keraguan dalam al-Qur’an. Namun
jika penelitian Fahmi Basya ini ternyata tidak benar, maka tentu saja ini tetap
menjadi kajian yang menarik, dan perlu ada penjelasan antitesis terhadap
beberapa hasil penelitian—termasuk relief bernuansa kenabian—yang terpahat di
situ.
http://ksatriapena.wordpress.com/2012/10/02/apa-benar-borobudur-peninggalan-nabi-sulaiman/
Pret................artikel pembodohan!!!!!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapusJangan jangan anda yang bodoh
Hapus