
Sebagai sosok pengusaha sukses yang kini langka, Chairul dikalangan
teman-teman dekatnya sering dijuluki sebagai The Last of The Mohicans. Sebutan
ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi Hollywood beberapa tahun
lalu yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa Indian
di Amerika Serikat sana. Pada akhirnya, bangsa asli yang sebelumnya menjadi
tuan tanah dan penguasa wilayah itu kemudian semakin terpinggir dan menjadi
sosok langka. Namanya saja sebutan berbau joke sehingga tetap atau tidak
penting.
Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang
sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah
bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh
tahun kemudian ia telah memiliki sebuah kelompok usaha yang disebut Para Group.
Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim
sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik
sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. "Dengan bekal kredit
tersebut saya belikan 20 mesin jahit merek Butterfly," ujarnya suatu saat
kepada Eksekutif.
Kini
pengusaha kelahiran 16 Juni 1962 itu menjadi figur sukses yang sangat sibuk.
Ketika Eksekutif meminta kesempatan untuk sebuah wawancara khusus, ia mengaku
kerepotan untuk memilih waktu yang tepat. Maklum, selain sibuk mengurus bisnis,
pria satu ini juga punya segudang kegiatan kemasyarakatan. Sebelum terpilih
menjadi ketua umum PB PBSI beberapa waktu lalu, Chairul telah aktif di berbagai
organisasi sosial seperti PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis
Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih
dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya. (Tokoh
Indonesia ,
Repro Eksekutif No. 269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar