Banyak orang yang bermimpi dan bercita-cita mempunyai banyak
pengagum dan pengikut. Dan itu bisa
dimaklumi dan dimengerti, sebab jumlah pengagum dan pengikut adalah salah satu
bentuk kualitas dari seseorang. Dan
kitapun pernah bermimpi serupa hanya saja semakin jauh kedalaman samudera
kehidupan diselami maka akan semakin kuat dorongan untuk tidak memiliki
pengikut dan pengagum. Ini bukan sebuah
langkah mencari sensasi, tetapi merupakan rangkaian kontemplasi yang member imajinasi. Sebagaimana perjalanan banyak orang,
seringkali manusia berjalan jauh terlebih dahulu, kemudian baru tahu kalau ada
orang lain yang bisa menstimalisir rangkaian makna perjalanan.
Di awal perjalanan, setiap manusia mencari tujuan hidup, ada
yang mencarinya dengan sekolah, bekerja, mengumpulkan harta, memburu tahta
(jabatan), beribadah dengan khusu’ dan masih banyak lagi cara-cara yang
lainnya. Sebagian waktu manusia hidup
(bahkan ada yang mengalokasikan semua hidupnya)telah habis untuk mencari tujuan
yang diharapkan. Ketika ia semakin
mencari maka semakin jauh rasanya manusia dari tujuan menjernihkan diri, hal
itu pula yang terjadi dalam hidup kita. Banyak
sudah tenaga yang habis untuk memburu tujuan hidup kita. Meskipun ketika perangkat-perangkat hidup
sudah pernah dipegang dan disentuh namun tetap saja masih banyak sesuatu yang
dirasakan kurang atau belum merasa didapat, hingga yang ada hanyalah sebuah
nafsu tanpa mengikuti jejak-jejak tujuan hidup dan mencari tujuan yang
diharapkan.
Ya, sekali lagi dirinya sendiri. Inilah kendaraan sekaligus tujuan kehidupan:
menemukan diri sendiri, mengendarainya dan membawanya pulang. Ide ceritanya mudah, namun aplikasinya penuh
dengan tantangan dan godaan. Tantangan
dan godaan terberat ketika manusia menemukan tujuannya kemudian belajar
mengendalikannya. Serupa dengan tujuan
yang sebenarnya, diri ini ketika pertama kali dicoba untuk dikendalikan ia juga
melawan dan memberontak. Mereka yang
biasa makan enak, menolak untuk hanya makan sayur saja misalnya. Mereka yang terbiasa mengumbar nafsu seksnya,
ada yang memberontak dari dalam sini ketika dikendalikan. Siapa saja bisa marah, ada semacam siksaan
dari dalam diri ketika dipaksa untuk tidak marah. Inilah tanda-tanda awal bagaimana diri ini
menolak pertama kali akan dikendalikan.
Dari seluruh perjalanan, bisa jadi inilah langkah yang
terberat dan tersulit. Jangankan orang yang
baru belajar, orang yang sudah pernah melewatinya pun bisa kembali lagi
ketingkat pengendalian ini lagi. Begitu
terkendalikan, tujuan itu bisa ditunggangi manusia. Untuk kemudian dibawa pulang. Ditingkatan ini, penolakan-penolakan dari
dalam sudah hampir tidak ada. Makanan
enak, dorongan seksual, nafsu marah tidak lagi semenggoda dulu. Keterkenalan, kekayaan, kekaguman orang,
jumlah pengikut bukanlah rangkaian hal yan menarik lagi disini. Semua tidak lebih dari sekedar rangkaian
pohon besar yang berada dipinggir jalan.
Memandangi pohon-pohon besar tadi terlalu lama, hanya akan membuat
perjalanan tidak bergerak. Begitu
menjelang sampai di rumah, tujuan yang tadi hilang. Kenapa hilang, karena manusia tidak
memerlukannya lagi. Tidak ada yang perlu
dikendalikan dan dibawa kemana-mana.
Yanng tersisa hanya manusia tanpa tujuan hidup yang berbekalkan do’a. Ini pertanda kematian. Pada banyak orang lain, ini tanda-tanda
pencerahan dan pemurnian. Serangkaian
tahap yang diimpikan hampir semua orang.
Dan setelah sampai di rumah, yang tersisa hanyalah
kosong. Ya, sekali lagi kosong. Dalam pengetahuan, dikenal subyek dan obyek
yang terpisah. Dalam meditasi, subyek
dan obyeknya menjadi satu. Dan sesampai
dirumah, keduanya tidak ada. Kembali ke cerita
awal tentang pengikut dan pengagum, mereka memang serangkaian manusia yang member
hormat. Namun, tanpa kewaspadaan yang
cukup, mereka bisa menarik kita ke tingkatan ego yang menyisakan pekerjaan
rumah lama; mengendalikan tujuan hidup.
Ini yang terjadi pada benyak selebritis dan kaum terkenal yang hidupnya
berubah drastis ketika memiliki demikian banyak pengikut serta pengagum. Kesombongan dan bahkan kecongkakan datang
lagi berkunjung membawa musuh lama yang bernama EGO. (GP/D.C/dn)
2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar