Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad waala aalihi
washaabihii ajmai'iin,
Semoga Allah Yang Maha Agung, mengaruniakan
kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena orang yang diuji dengan
kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan
kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan,
tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan.
tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan.
Ada orang yang
bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang hilang kesabaran
ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan gelar yang seringkali
dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam prakteknya malah sering membuat
orang tergelincir dalam kesesatan dan kekeliruan. Lantas, apakah sebenarnya
makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang
berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan
sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan.
Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang.
Tetapi persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu
bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu.
Dalam paradigma Islam,
kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, namun juga ukhrowi.
Untuk itu kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk
dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat. Satu hal yang sejak awal
harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk
meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan
Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan
digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya
secuil pun di sisi Allah.
Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang
berhasil mengenal Allah, berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala
larangan-Nya. Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha
membersihkan hati. Di sisi lain dia terus meningkatkan kemampuan untuk
mempersembahkan pengabdian terbaik, di mana hal itu akan terlihat dari
keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses
dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah.
Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada
Allah SWT.
Oleh karena itu jangan pernah merasa sukses saat mendapatkan
sesuatu. Kesuksesan kita adalah ketika kita mampu mempersembahkan yang terbaik
dari hidup ini untuk kemaslahatan manusia. Itulah rahmatan lil alamin, rahmat
bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa sukses
itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak. Sementara
itu, melihat orang yang tinggal di rumah kontrakan kita anggap sebagai tanda
kegagalan. Walhasil, kita justru pontang-panting sekedar untuk memenuhi itu
semua. Bahkan bisa jadi untuk mendapatkan itu akhlak sama sekali tidak kita
perhatian. Na'udzubillahi min dzalik.
Sebenarnya, siapa pun bisa menjadi
orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru,
tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan
benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses. Bisa
jadi orang yang sukses itu hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Saat bekerja
ia melakukannya sepenuh hati. Ia bekerja dengan baik. Dalam pekerjaannya itu ia
jaga shalatnya, tidak berkata dusta, dan ia benar-benar menjaga ketakutannya
terhadap majikan. Sebaliknya ada juga majikan yang kasar, ketus, dan juga kaya,
namun kekayaaannya itu sendiri didapatkan dengan cara yang tidak halal. Bukankah
lebih mulia pembantu daripada majikan yang seperti itu.
Begitupun yang
sukses bisa jadi hanya berprofesi sebagai guru SD. Ia tak begitu dikenal. Ke
sekolah pun terkadang dengan berjalan kaki, tetapi dengan tulus ia tetap
menjalani profesinya. Bisa jadi ia lebih mulia daripada rektor yang jarang
mengenal sujud di hadapan Allah. Sebab apalah arti jabatan rektor tersebut atau
gelar profesornya bila tidak memiliki kemampuan mengenal Tuhannya sendiri. Atau
mungkin seorang pedagang sayur. Dia jujur dan tidak pernah mengurangi timbangan.
Untungnya juga tidak terlalu banyak. Tetapi ia tetap mulia dalam pandangan
Allah. Dibanding pengusaha besar yang sudah licik, suka menyuap, juga serakah.
Maka, demi Allah! Kedua-duanya akan sampai kepada kematian. Adapun yang mulia di
hadapan-Nya tetap orang yang jujur. Maka berhati-hatilah, bukan gelar yang
membuat baik seseorang.
Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat
baik. Itu semua hanyalah "topeng". Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya
sendiri tak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang
tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah. Entah itu jabatannya
sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan, entah ia berpangkat sebagai jenderal,
menteri, wakil rakyat, bahkan presiden sekalipun, kalau ia menjadikan
pengaruhnya untuk berbuat tidak adil dan berakhlak buruk.
Dalam
Al-Qur'an Surat Al-Hujuraat ayat 13 dijelaskan, bahwa: "Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu". Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya
atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses
adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu dia taat pada-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Wallahu'alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar