Hidup
itu adalah pilihan. Memilih jalan
kebaikan atau sebaliknya memilih jalan yang buruk. Bisa dikatakan juga bahwa dalam hidup itu
selalu berpasang-pasangan. Semuanya
serba pilihan. Entah diakhir hayat kita kelak,
pilihan yang mana yang menemani kita.
Bisa saja, di awal perjalanan hidup ini, kita selalu memilih jalan
kebaikan, tetapi diakhir perjalanan kita tuup dengan keburukan. Ini yang dinamakan Su’ul Khatimah. Atau sebaliknya, di awal perjalanan hidup
kita, perbuatan buruk yang kita masuki, tetapi entah bagaimana jalan buruk itu
kita sadari dan akhir hidup kita berujung manis dengan kebaikan. Inilah yang disebut Khusnul Khatimah.
Ada
sebuah kisah, seorang Kyai memiliki peliharaan seekor burung beo. Dirawatnya binatang kesayangannya itu dengan
kasih sayang, dan diajarkannya setiap hari burung itu kalimat “Laa ilaa haa
illallah”.
Suatu
ketika, entah bagaimana sang Kyai lupa mengunci pintu sangkar, dan turunlah si
burung beo itu ke lantai. Rupa-rupanya,
tak jauh dari tempat hinggap si beo tersebut, seekor kucing sedang
mengendap-endap perlahan, hingga dalam satu terkaman saja si kucing berhasil
menangkapnya. Si beo bukannya
berteriak-teriak lagi dengan kalimat yang biasa diajarkan oleh si empunya,
melainkan berteriak-teriak seperti layaknya burung yang ketakutan.
Mendengar
suara rebut diluar rumahnya, sang Kyai segera keluar dan mendapati seekor
kucing tengah menggigit seekor burung yang ternyata adalah burung beo
kesayangannya. Segera saja ia selamatkan
binatang kesayangannya itu. Namun
terlambat, burung itu terluka sangat parah dan akhirnya mati mengenaskan.
Sang
Kyai pun menangis tersedu-sedu sambil memandangi burung kesayangannya itu
sambil berkata setengah berbisik. “Astagfirulllah, astagfirullah, astagfirullah…”
Kebetulan,
ada seorang tetangganya yang lewat dan melihat Kyai tersebut dalam keadaan
menangis sambil memegangi burung beo yang sudah menjadi bangkai. Dihampirinya Kyai itu dengan senyuman kecil.
“Sudahlah,
Kyai,” hiburnya. “Cuma seekor burung
saja yang mati, tak perlu menangis seperti itu.
Bukankah Kyai sendiri yang sering mengatakan bahwa mati itu sudah pasti,
apalagi Cuma seekor burung.”
Sebelum
menjawab, Kyai tersebut menghela nafas panjang.
Wajahnya nampak pucat.”Bukan itu maksudnya. Kamu tdak tahu apa yang kutangisi.”
Tetangga
Kyai itu bingung mendengar ucapan sang Kyai.
Apalagi melihat wajah Kyai itu pucat, seolah-olah ketakutan.
“Lalu
kenapa? Kalau Cuma burung itu, Kyai
tidak perlu khawatir, saya bisa membelikannya untuk Kyai lebih banyak?”
Disaat
tangisnya sudah mereda, sambari mengusap sisa air matanya, ia lalu berkata,”Kamu
tahu, burung ini setiap saat selalu mengucapkan kalimat “Laa ilaa haa illallah”,
dan kamu tahu, disaat ajalnya dia malah berteriak-teriak tidak karuan, seperti
lupa dengan kalimat-kalimat yang sudah kuajarkan.”
Mendengar
ucapan sang Kyai, tetangganya itu terdiam.
“Aku
khawatir, jangan-jangan disaat malaikat maut menarik jiwaku dari jasad ini
kelak, aku juga lupa dengan kalimat “Laa ilaa haa illallah” Itulah sebabnya aku menangis, memohon pada
Allah agar kelak ketika ajalku sampai, aku tidak mati seperti burung ini”
Mudah-mudahan Allah menjadikan diri kita
sebagai bagian dari orang-orang yang terpelihara, sehingga ketika kita mati nanti, kita tetap
terpelihara dalam kalimat “Laa ilaa
haa illallah”,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar