ASSALAMU'ALAIKUM WR. SELAMAT DATANG DI BLOG WINNER1COMMUNITY

Sabtu, 15 Maret 2014

Adam bukan manusia pertama, benarkah?

Pembuktian empiris akan mengalami kesulitan ketika kondisinya ekstrim. Misalnya, lokasinya terlalu jauh, waktu kejadiannya terlalu lama – ke masa depan maupun ke masa lalu, obyeknya terlalu besar atau terlalu kecil, dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini sains bakal berputar-putar pada hipotesa yang sulit memperoleh pembuktian empirisnya. Dalam hal ini tanda-tanda (clue) dari dalam Al Qur’an menjadi inspirasi yang penting agar kita tidak salah arah dalam memahami realitas.
-------------------------------------------------------------------------------------------------


Salah satu kajian sains dalam kondisi ekstrim itu adalah tentang munculnya kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi. Masalah yang dihadapi adalah tidak mungkinnya kita menyaksikan realitas sesungguhnya tentang apa dan bagaimana peristiwa munculnya kehidupan dan peradaban itu. Yang bisa dilakukan hanyalah melakukan rekonstruksi berdasar ‘jejak-jejak’ masa lalu dari berbagai sumber yang mungkin, seperti catatan sejarah, fosil-fosil, prediksi umur material, dan lain sebagainya.

Tapi harus diingat, bahwa catatan sejarah sangat bergantung kepada subyektivitas penulis sejarah. Atau setidak-tidaknya interpretasi dan persepsi mereka. Apalagi, untuk kasus seekstrim munculnya kehidupan manusia tidak ada catatan sejarah apa pun yang telah dilakukan oleh manusia. Demikian pula ilmu tentang fosil adalah sebuah prediksi artistik terhadap bentuk makhluk yang sesungguhnya kita tidak tahu, karena yang tertinggal memang hanya tulang belulangnya, meskipun sebagiannya ada yang terekam secara lebih utuh pada tanah lembek yang kemudian mengeras. Tak beda juga dengan prediksi umur material yang didasarkan pada rumus peluruhan radioaktif Carbon, Rubidium maupun Berilium, yang juga hanya akan menghasilkan kesimpulan berupa pendekatan belaka.

Ringkas kata, memprediksi masa lalu hanya akan menghasilkan kesimpulan yang bersifat perkiraan yang paling logis dan rasional, tanpa ada pembuktian yang valid dan telak. Karena itu, hipotesa yang bermunculan menjadi sangat terbuka, dan cenderung mengandalkan ‘keimanan’ alias keyakinan atas hipotesa-hipotesa yang diajukan, berdasar argumentasi yang paling masuk akal.

Munculnya kehidupan manusia dan peradaban manusia juga disinggung di dalam Al Qur’an dalam bentuk tanda-tanda. Sehingga selain data-data empiris yang masih sangat debatabledari Sains, kita memiliki clue yang bisa membantu ‘kesimpulan yang bersifat keimanan’ itu untuk lebih proporsional, logis & rasional, sekaligus terarah.

Terkait dengan berita Al Qur’an, munculnya Adam adalah salah satu informasi yangdebatable secara ilmu tafsir, khususnya ketika dihubungkan dengan Sains. Benarkah Adam adalah manusia pertama? Di zaman apa ia hidup? Sudah berakal ataukah belum? Hasil evolusi atau bukan? Jatuh dari surga ataukah tercipta di muka Bumi? Dan seabrek pertanyaan lain yang hasilnya selalu menjadi perdebatan tiada akhir. Baik dari tafsir Al Qur’an maupun tafsir sains.

Jawabannya memang menjadi sangat panjang dan harus komprehensif, agar bisa menjelaskan bagian-bagian yang ‘membingungkan’ secara lebih transparan dari segi logika dan rasionalitas. Dan terkait dengan Al Qur’an, harus sangat kuat untuk dijadikan dalil penafsiran. Sehingga, dengan space yang sangat terbatas dalam forum ini sudah pasti menjadi kurang leluasa untuk mengurainya secara mendetil, yang ketika ditulis dalam bentuk buku pun, saya menjabarkan dalam dua serial, DTM-14: Ternyata ADAM DILAHIRKAN dan DTM-15: ADAM TAK DIUSIR DARI SURGA.

Untuk mengurai secara ringkas di notes ini, kita bisa memulainya dari pertanyaan: Apakah menurut Al Qur’an Adam adalah manusia pertama? Saya mencoba menelusurinya, dan hasilnya memang cukup kontroversial. Karena, saya tidak menemukan secara tekstual ayat-ayat yang menyebut Adam sebagai manusia pertama. Entahlah kalau ada yang terlewatkan. Yang dengan senang hati saya akan menerima masukan dari kawan-kawan yang sudah menelusuri masalah ini.

Ayat yang sering ditafsiri sebagai informasi diciptakannya manusia pertama adalah ayat berikut ini. Dan menurut saya, agaknya terjadi distorsi pemahaman atau penafsiran.

QS. Al Baqarah (2): 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang KHALIFAH di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Kalau kita cermati, sebenarnya ayat ini sama sekali tidak bercerita tentang manusia pertama. Melainkan KHALIFAH PERTAMA. Yakni, seseorang yang ditugasi untuk mengelola planet Bumi. Karena, menurut ayat tersebut, saat itu Bumi mulai tidak terkelola dengan baik, sehingga terjadi berbagai kerusakan dan pertumpahan darah. Maka, Bumi harus dipimpin oleh seorang khalifah yang mumpuni secara akhlak maupun ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, Allah lantas menguji Adam secara ilmu dan akhlak, untuk menunjukkan bahwa dia pantas menjadi seorang khalifah bagi peradaban Bumi.

QS. Al Baqarah (2): 31-33
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (ilmu pengetahuan) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat seraya berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Rangkaian ayat di atas menunjukkan lulusnya Adam sebagai seorang khalifah yang mumpuni, yang semula dipandang sebelah mata oleh para malaikat. Bahwa, Adam adalah manusia yang pantas dijadikan sebagai khalifah Bumi karena telah dibekali oleh Allah dengan beragam ilmu pengetahuan.

Selain ilmu pengetahuan itu, Allah juga memberikan bekal ketakwaan yang bersumber pada akhlak. Dan itu ditunjukkan oleh-Nya ketika Adam telah berbuat kesalahan atas apa yang dilarang-Nya. Bahwa, seseorang yang bertakwa adalah mereka yang jika berbuat kesalahan akan langsung teringat kepada Tuhannya, memohon ampunan dan berjanji tidak mengulangi lagi. Pertobatan itulah yang dilakukan oleh Adam ketika ia berbuat dosa, dan menjadi kunci kelulusannya dalam fit and proper test sebagai calon khalifah

QS. Thaahaa (20): 121-122
Maka keduanya memakan buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan dedaunan surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerimataubatnya dan memberinya petunjuk.

Ayat ini sebenarnya sangat menarik dan panjang jika diuraikan, karena ada informasi yang cukup ‘aneh’, bahwa Allah memilih Adam sebagai khalifah itu justru dikaitkan dengan terjadinya kesalahan atau dosa yang dilakukan oleh Adam yang diikuti dengan pertobatan. Disinilah salah satu kunci pemahaman, kenapa Adam dipilih sebagai khalifah. Karena, dia telah menunjukkan ciri-ciri sebagai orang yang bertakwa, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat berikut ini.

QS. Ali Imran (3): 135
Dan (mereka yang bertakwa itu adalah) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji (dosa) atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Dan siapa lagikah yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Ayat-ayat yang saya bahas di atas adalah bagian dari argumentasi saya bahwa Adam sebenarnya bukanlah manusia pertama yang diciptakan Allah di muka bumi. Karena memang, sejauh yang saya ketahui, tidak ada ayat Al Qur’an yang menyebut Adam sebagai manusia pertama. Yang ada ialah Adam sebagai khalifah pertama yang memimpin peradaban Bumi.

Kesimpulan yang ada selama ini - Adam sebagai manusia pertama - menurut saya disebabkan oleh penafsiran atas sejumlah ayat yang menginformasikan bahwa Adam diciptakan Allah dari tanah. Tetapi, sebenarnya bukan hanya Adam yang yang diciptakan Allah dari tanah, melainkan manusia secara keseluruhan. Tidaklah otomatis, kalau manusia diciptakan Allah dari tanah lantas ia adalah manusia pertama yang tidak lewat proses kelahiran. Dan dengan sederhananya kita lantas membayangkan Allah mengambil segumpal tanah yang dibentuk seperti tubuh manusia, kemudian diucapi kun fayakun, dan menjelma menjadi manusia. Contohnya adalah ayat berikut ini, yang menceritakan proses penciptaan manusia di dalam rahim, meskipun awalnya disebut diciptakan dari tanah.

QS. Al Mukminuun (23): 12-14
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (al Insaan) dari suatu saripati(berasal) dari tanah (tsulaalatin min thiin). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani di dalam tempat yang kokoh (organ reproduksi). Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqah, lalu alaqah itu Kami jadikan mudghah, dan mudghah itu Kami jadikan izhama, lalu izhama itu Kami bungkus dengan lahma. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain (bayi manusia). Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Al Qur’an sendiri menyebut tanah dengan istilah yang beragam, sehingga membutuhkan penafsiran yang komprehensif tentang penciptaan manusia. Ada yang menggunakan istilahthiin (tanah keras), tsulaalatin min thiin (saripati tanah keras), Thiini llaziib (tanah keras yang melapuk), shalshaal (tanah liat), hamaa’ (lumpur hitam) dan turaab (tanah gembur – topsoil), dan sebagainya.

Ringkas kata, menurut kesimpulan saya, Adam bukanlah manusia pertama. Melainkan khalifah pertama yang menurunkan peradaban manusia modern. Ia adalah manusia yang sudah menguasai ilmu pengetahuan dan mempunyai budi pekerti luhur. Dan, karena ia adalah seorang khalifah, maka sesungguhnya pada zaman Adam itu sudah ada komunitas manusia yang akan dipimpinnya. Itulah sebabnya, dalam ayat berikut ini Allah menggunakan kata isthofa Adam – memilih Adam – sebagai khalifah, dari komunitas yang sudah ada, sebagaimana juga Nuh, Ibrahim dan Imran.

QS. Ali Imran (3): 33
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di zaman mereka masing-masing), satu keturunan yang sebagiannya (adalah keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Maka, pemahaman semacam ini akan menjadi clue yang menarik sekaligus terarah untuk memahami munculnya peradaban manusia modern yang diperkirakan baru berusia puluhan ribu tahun ini. Jutaan tahun setelah munculnya manusia-manusia purba yang belum memiliki peradaban seperti Adam. Dimana anak-anak Adam – Qabil dan Habil – adalah orang-orang yang - diceritakan Al Qur'an - sudah mengembangkan budidaya peternakan dan pertanian. Sehingga, zaman Adam diperkirakan adalah berbarengan atau tak jauh dari zaman munculnya ilmu budidaya yang menjadi salah satu ciri peradaban modern tersebut.. :)

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar