ASSALAMU'ALAIKUM WR. SELAMAT DATANG DI BLOG WINNER1COMMUNITY

Selasa, 22 Januari 2013

Wudhu

Berwudhu… Hmm.. menarik, nggak, ya, untuk dibahas?...

Kelihatannya sepele, sih.

Berwudhu sangat berkaitan dengan yang namanya ‘mensucikan’ hati.  Bukan sekedar mensucikan fisik belaka.  Kenapa?  Saya jadi teringat sebelum terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang mengajarkan kita tentang kondisi kejiwaan beliau sebelum menghadap Allah SWT.

Yang dibersihkan pada peristiwa itu adalah “hati” Nabi Muhammad SAW dengan air yang berasal dari sumur zam-zam dari segala “kekotoran yang merusak” dan mengisinya
dengan “kebaikan-kebaikan”.  Peristiwa ini mengisyaratkan agar kita bisa khusyuk saat menghadap Allah SWT, menghadap dengan hati yang bersih, agar niat kita menjadi mantab menyengajakan perbuatan tingkah laku kita hanya kepada Allah SWT.

Barangkali, itu pula yang menjadikan bersuci pada bab pertama dalam pelajaran ilmu fiqih (menurut saya, sih.  Nggak tahu kalau ada pendapat yang lain).


Barangkali ada pertanyaan, kenapa tidak mandi saja? Kan lebih bersih?... Nah dari sini saya punya pendapat, ternyata berwudhu lebih bermakna pada pen’suci’an jiwa kita.  Lebih pada makna mensucikan jiwa ketimbang raga.  Lihat saja, kenapa kita harus membersihkan muka, lengan (tangan sampai siku), kepala, sampai dengan mata kaki.  Anggota badan yang dibersihkan tidak terkait langsung dengan hadast raga.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan  kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit  atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air  atau menyentuh  perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(QS. Al Maaidah : 6)

Lalu jika kita tidak menemukan air, maka kita bertayamum dengan menggunakan debu yang bersih.  Terpikirkah kita, bahwa yang namanya debu, tetap saja debu, tidak bisa membersihkan anggota badan kita yang kotor seperti halnya air.  Dari situlah, bahwa berwudhu dan bertayyamum (jika tidak ada air) lebih bermakna pada mensucikan jiwa ketimbang raga. Bukan kotoran pada tubuhlah yang membatalkan wudhu, melainkan kotoran pikiran yang ada dihati kita lah yang merusaknya. Yaitu “kotoran-kotoran” yang lebih bersifat pada kejiwaan seperti contohnya menyentuh kemaluan dan menyentuh wanita yang menimbulkan syahwat (pernah dengarkan, hadis nabi tentang 2 orang yang bertanya tentang batal tidaknya mencium istri, sementara jawaban yang diberikan oleh beliau berbeda?) ketiduran maupun tidak sadarkan diri.

Makanya, jika anggota tubuh kita yang terkena najis, tidak diperintahkan untuk mengulangi wudhu kita, tetapi cukup membersihkannya dengan air.

Berkaitan dengan pensucian jiwa, maka pada ayat diatas hal yang dilakukan adalah membasuh muka kita.  Sebab muka kita merupakan suatu lambang gambaran pribadi kita, yang padanya di’hiasi’ dengan mata, mulut dan hidung, yang padanya terdapat “kekotoran” dengan penglihatan, omongan, dan penciuman yang bisa menyebabkan berbagai permasalahan dalam kehidupan kita, yang akan kita hadapkan kepada Allah SWT, yang kita niatkan untuk mensucikan seluruh diri kita lahir dan  batin, seperti yang kita ucapkan dalam do’a iftitah dan dalam surah Ar Ruum ayat 3 berikut :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;  fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.  agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Tangan merupakan gambaran dari hasil perbuatan kita, yang dengan berwudhu kita berharap dijauhkan oleh Allah dari perbuatan yang buruk.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari  perbuatan mereka, agar mereka kembali. (Ar Ruum : 41)

Kepala merupakan symbol dari kendali kehidupan kita, yang didalamnya terdapat otak.  Di dalam otak lah timbul fikiran-fikiran untuk berbuat.  Dan dengan wudhu, diharapkan kita selalu berfikiran positif, positif untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan kita dan lingkungan kita.

Kaki merupakan symbol dari “arah” langkah kaki kita.  Dengan anggota badan yang kita sucikan, kaki kita diharapkan akan melangkah membawa kesucian jiwa (lambang dari wajah) hasil perbuatan yang bermanfaat (tangan) dan fikiran-fikiran yang suci (kepala) yang utuh sebagai cermin dari pribadi fitrah kita sebagai mahluk Allah, yang ditugasi amanah sebagai khalifah untuk mengelola alam semesta dengan sebaik-baiknya.

Hasil akhirnya, diharapkan ketika shalat akan lebih khusyu’, dan penuh makna, baik dalam dzikir maupun do’anya sebagai Mi’raj kita.  Sehingga kita bisa memaknai bagaimana selama dalam perjalanan kehidupan kita didunia ini bisa memilih “jalan” yang baik agar kita bisa Mi’raj dengan sukses bertemu Allah, hingga kita bersatu kembali denganNYA, sebagaimana ‘dulu’ kita belum diciptakan.

Wallahu’alam bi sawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar