Saya ingat, kala itu sedang asyik terlibat perbincangan
menarik (sampai-sampaai robek, nih, baju).
Yah, kali ini yang dibahas
adalah masalah sedekah.
Ada pertanyaan menarik
dari seorang kawan perihal dilemanya untuk bersedekah dikala kita tidak punya
duit sama sekali,nih, perut belum kemasukan apa-apa selain air putih, motor
juga lagi haus-hausnya, pokoknya CRISIS
banget lah, kita menemukan uang di jalanan, anggap saja senilai Rp. 10.000,-
apa yang harus dilakukan? Uang itu
diambil, untuk beli bensin, atau makanan, atau untuk “mahluk-mahluk” dirumah?
Atau disedekahkan / diinfaq kan?
Nah, gimana
jawabannya?
Bagi orang yang “aman” dalam arti tidak mengalami kondisi krisis yang dicontohkan teman saya,
jawabannya mungkin setengah samar, setengah jelas. Tapi, secara teori pasti memilih untuk
disedekahkan, dengan alasan, sedekah yang kita lakukan akan dibalas 10 kali
lipat, lagi pula itu juga bukan uang kita, uang nemu dijalan. Tinggal
bagaimana cara meyakinkan diri ini bahwa apa yang diharapkan langsung dibalas
oleh Allah.
Memang, sih. Tapi,
bagi kita yang berkecukupan, sepertinya perlu benar-benar ber empati dan bisa memposisikan diri
sebagai orang yang dalam keadaan
sangat-sangat krisis. Yah, bagaimana
jika kitalah orang itu.
Kalau memang yakin akan mendapatkan balasan dari sedekah uang
nemu itu, artinya kita sebagai perantara untuk menyalurkan uang itu untuk
disedekahkan, silahkan lakukan. Tetapi
harus siap menjalani resiko jika balasan yang diharap ternyata datangnya “agak” terlambat.
Istilahnya, , gitchu.. Hehehehe.
Tapi, lain hal jika memang sudah kepepet, ambil saja (menurut saya, sih). Tapi ya kayaknya perlu, deh untuk pasang
niat, “Ni, duit kupinjam dulu, ntar kalau dapat gantinya baru kuganti”…
Iya kalo cuman Rp.
10.000,-, gimana kalau sejuta. Kapan gantinya. Hihihihi
Yah, begitulah hidup.
Satu hal yang barangkali perlu kita ingat, ini khusus untuk
para perokok (termasuk saya- hehehe),
untuk beli rokok, kok bisa, ya? Ini yang membingungkan saya. Bayangkan aja, jika harga rokok Rp.
10.000,-, dan dalam sehari kita perlu satu bungkus, hitungan sebulan paling
nggak dah Rp. 300.000,-. Tapi, untuk
kebutuhan lain, suuuusaaaahnya amit-amit.
Nah, lho!
Pergi shalat Jum’at, kotak amal lewat. Merogoh saku, yang keluar gambar
Soekarno-Hatta, “Minggir, yang kuambil bukan kamu”. Masukkan lagi ke dalam saku. Rogoh lagi, keluar warna biru, gambar
Jenderal Sudirman, masukkkan lagi,”Heh, bukan jatahmu!”. Akhirnya dapat Rp. 1.000,- yo masih cari yang
Rp. 500… Akhirnya, plung! (aku, nih- hehehe)
Ada lagi, pergi Jum’atan pake baju Taqwa, saku kiri diisi Rp.
50.000, yang kanan diisi Rp. 1.000,-
Rencananya setelah Jum’atan mau ke warung, ngopi.
Di mesjid, duduk bersila, tiba-tiba kotak amal lewat, terkaget-kaget
rogoh saku, ngambil duit ga liat-liat sambil ditutupi tangan masukkan tuh duit ke kotak amal. Selesai Jum’atan langsung ke warung,
ngopi-ngopi. Ketika habis minum kopi, berdiri
pulang sambil ngerogoh saku mau bayar tuh kopi, sreeeet! ”Astagfirullahal ‘adzim”…
Ternyata keliru, Salah ambil… Yang Rp. 50.000,- malah masuk
kotak!!! Nguuuuuoooomeeeelnya 3 hari 3
malam ga selesai-selesai. Hihihi
Allahu’Akbar
Yah, begitulah. Memang
Siapa nih? Bisa saja yang menulis…Hahahaha
Yang demikian itu
disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari
akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. An
Nahl : 107
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar